Friday, 13 May 2016

[Review Film MARS] PERJUANGAN MERAIH MIMPI




[Review Film MARS] PERJUANGAN MERAIH MIMPI
Poster Film MARS

Minggu malam (5/5/2016) sekita jam tujuh malam saya bersama rekan blogger lainnya dari komunitas TDB (Tau Dari Blogger) mendapatkan kesempatan untuk ikut nobar film Mars (Mimpi Ananda Raih Semesta) di cinema XX1 di sebuah pusat perbelanjaan kawasan Jakarta Selatan yaitu di mal Blok M Square. Film Mars ini film yang sangat inspiratif yang mulai diluncurkan bertepatan dengan hari Pendidikan Nasional. Film yang disadur dari novel karya Aishworo Ang, seorang penulis yang berasal dari daerah Gunung Kidul, yang merupakan daerah yang menjadi latar belakang film ini.

Film Mars hadir ditengah persaingan film lain yang sudah banyak peminatnya, film ini sedikit berbeda karena tema yang dipilihnya. Film ini berkisah tentang perjuangan seorang ibu di daerah Gunung Kidul yang berjuang untuk pendidikan anak semata wayangnya. Film ini adalah potret kemiskinan dan kebodohan yang lazim melanda daerah pedalaman, tetapi biasanya justru dari orang-orang gigih dari masyarakat miskin yang penuh keterbatasan ini yang melahirkan sosok orang yang luar biasa.

Berawal dari pasangan suami istri yaitu Surip (Teuku Rifnu Wikana) seorang buruh pemecah batu, dan Tupon (Kinaryosih) seorang perempuan lugu dan buta huruf tapi punya keinginan kuat untuk menyekolahkan anaknya setinggi mungkin agar jadi orang yang pintar. Sekar Palupi kecil (Chelsea Riansy) pada awal masuk sekolah suka bolos dan malas untuk pergi ke sekolah, karena sering diejek oleh teman sekolahnya, hingga akhirnya Sekar dikeluarkan dari sekolahnya.

Keadaan berubah ketika Sekar kehilangan bapaknya, yang meninggalkannya untuk selama-lamanya karena kecelakaan kerja yang dialaminya di pertambangan batu. Sejak saat itu Sekar berjanji pada simbok akan sekolah lebih rajin dan bersungguh-sungguh. Sebelum meninggal bapak juga berpesan kepada Sekar agar bisa menjadi kebanggaan bapak dan simboknya.

Paska kehilangan suaminya, ibu Tupon berjuang sendiri dengan menjadi penjual tempe keliling untuk membesarkan dan membiayai pendidikan anaknya, Sekar. Alur cerita mulai mengharu biru ketika simbok berjuang mencarikan pinsil untuk sekar belajar ditengah hujan badai, alunan soundtrack lagu Ungu yang berjudul doa untuk ibu, sangat pas menguras emosional kita tentang sosok ibu. Dan ini cukup sukses membuat buliran airmata saya jatuh.

Konflik film ini didapat hanya pada saat adegan ketika ada kepala dusun yang menawarkan seorang duda beranak satu yang ingin menikahi Sekar (Acha Septriasa), disini ejekan dan cibiran dimulai ketika simbok menyampaikan penolakan Sekar akan pinangan tersebut dengan alasan ingin melanjutkan kuliah. 

Ketika Sekar dan simbok menuju kota Malioboro untuk mencari rumah Paklenya yang berada di Malioboro, tanpa sengaja menemukan dompet, dan yang ternyata adalah milik istri ustad Ngali (M. Cholidi Asadil ALam), dari sinilah awal cikal bakal kemudahan Sekar melanjutkan kuliah. Sekar memperoleh beasiswa dari sebuah universitas di Yogya.

Sometime Sekar bertemu dengan seorang astronomi terkenal yang mengatakan bahwa fakta mayoritas dan bahkan hampir semua pelaku bunuh diri di Gunung Kidul adalah karena faktor kemiskinan dan tidak adanya pekerjaan yang layak di kota tersebut, banyak warga yang hidup dibawah garis kemiskinan karena daerahnya yang tandus dan kekeringan yang panjang, sehingga perlu perhatian pemerintah.

Ketika Sekar berhasil menjadi sarjana terbaik di Oxford – London, ia mendapatkan berita yang sangat memukul jiwanya dan membuatnya syok, semua kebanggaan yang ia bawa untuk ia tunjukkan kepada simboknya tidak bisa ia wujudkan, karena ternyata simboknya telah meninggalkannya untuk selama-lamanya.

Secara keseluruhan film ini bagus karena menyajikan motivasi perjuangan meraih mimpi untuk melanjutkan pendidikan setinggi-tingginya. Bisa jadi spirit untuk kaum muda agar tidak malas sekolah. Ditengah konflik adanya kekurangan film ini secara teknik, buat saya film ini bagus dari sisi yang lainnya, dari tema yang mendidik hingga permainan emosional tentang sosok perjuangan seorang ibu yang tidak bisa tergantikan oleh apapun.

Pesan saya, yuk sayangi orang tua kita disaat kita masih bisa memeluknya dan merengkuhnya dengan kasih sayang kita. wujudkan segala yang mampu kita berikan untuk orang tua, karena ketika orang tua sudah tidak ada disisi kita untuk selama-lamanya, semua yang kita ingin berikan akan terasa sia-sia, hanya doa yang bisa kita berikan.



4 comments:

  1. Bersyukur dan bahagia, jika masih ada orang tua didekat kita, bener.
    Manfaatkan waktu sebaik mungkin untuk selalu berbuat baik pada mereka.
    Aku yang sudah nggak ada orang tua, suka sedih dan tak pernah merasa cukup merawat mereka.
    Tulisannya bagus mba, detail

    ReplyDelete
    Replies
    1. Trimakasih mb nefertite udh mampir, .
      Bener mba aq jg udh ga pnya ortu, mknya nnton ini berasa bgt jd kgn sm alm ibu :'(

      Delete
  2. Inspiratif banget nih film,. Ibu tupon bener2 all out untuk pendidikan anaknya meskipun dengan segala keterbatasan

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mas anjar film yg pnya sisi positif tp entah knp kurang promosinya hingga kalah dgn film roman picisan 😢

      Delete

Mohon jangan berkomentar SPAM, terimakasih.